UNDER EXPECTATION : HARAPAN TAK SEINDAH KENYATAAN

 

Yogyakarta, 06 Mei 2024


Saat itu aku sangat bahagia sekali, saat menerima sebuah pesan singkat melalui wa dari seorang teman akan ada nonton film gratis lagi. Bagiku dan teman-teman sebagai mahasiswa, mendapatkan nonton film gratis itu sangat langka apalagi di layar lebar studio XXI atau sekelasnya. 

Berdasarkan pengalaman pertama nonton film gratis, saat itu ditayangkan film “kupu - kupu kertas” menjadi referensi harapan yang sama, bahwa film yang akan ditayangkan ini akan sama ekspektasinya dengan sebelumnya. Mulai dari kisahnya ataupun tempatnya yang kuanggap mewah. Apalagi gratis, sekelas mahasiswa itu sangat dinantikan. 

Tepatnya hari minggu pagi, pesan singkat melalui wa masuk kembali dari penyelenggara nonton bareng gratis (nobar Grat) yang menyampaikan bisa/tidaknya hadir dalam penayangan film tersebut.

“Reservasi Tiket Film… !, Kepada Yth. Bagus, dengan nomor wa 0813xxxxxx70 dengan domisili Banguntapan, apakah bisa hadir kak.?”

Kubaca dengan seksama terlebih dahulu sebelum menjawab, karena bertepatan baru selesai jogging. 

“Siap Mbak,” jawabku dengan semangat.

Kemudian Miki pun menyentakkan keseriusanku menatap layar hp.

“Gus, jangan lupa teman-teman yang lain, mereka juga sudah daftar untuk ditanyakan kembali, apakah bisa reservasi juga.”

Tanpa babibu, aku segera menanyakan juga kepada admin penyelenggara terkait teman-teman yang sudah daftar namun kuota penuh.

“Apakah bisa nambah orang yang tidak masuk, tetapi sudah daftar?” Tanyaku kembali melalui pesan singkat wa.

“Bisa Kak.” Jawabnya.

***

Menjelang jam 14.00, kami mempersiapkan segala kebutuhan dan koordinasi intensif semangat 45 meskipun ada sesuatu yang mengganjal saat melihat postingan admin yang menampilkan jualan air membuat pikiran kami semua berselancar dengan bebas.

“Gus, kok aku nggak yakinnya dengan tontonan ini. Apakah di studio atau layar tancap?” Guyon Miki.

Aku pun menimpali dengan rada-rada ragu akan nobar grat ini. Berhubung lokasi dan postingannya menimbulkan kebimbangan. Tetapi berusaha untuk tenang dan percaya dulu deh.

“Nggak pa pa, kita datang saja. Jika nggak cocok, ya balik saja lagi kita,” Ucapku bijaksana.

Hari itu, udara begitu cerah dan semangatku begitu membara. Aku dan sahabatku berjumlah 7 orang sudah siap meluncur setelah semua pada makan, agar saat nonton bisa lebih fokus dan semangat. Menonton film yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama di bioskop terdekat menjadi rutinitas Wardi setiap melihat review film di salah satu apk. Wardi memang sahabatku yang selalu update dalam informasi tidak hanya tentang destinasi wisata tetapi juga film - film yang tayang dia tak pernah ketinggalan menontonnya. Wajar saja dia banyak bergabung di berbagai grup wa termasuk juga nobar grat ini juga bersumber darinya. 

Semangat 45 kami mengalir dalam darah bahkan berpacu dengan kecepatan kendaraan yang kami kendarai. Badu dan Wardi terdepan dalam memimpin arah navigasi yang mengarahkan perjalanan kami untuk bisa tiba di titik lokasi sesuai dengan waktu yang ditentukan. Motor yang dikendarai oleh Badu melejit begitu kencang, bahkan motor yang dikendarai oleh Keki pun ketinggalan jauh. Saya yang tidak tahu arah hanya bisa menatap kemana kendaraan yang dibawa oleh Badu. 

“Eri, kok jauh bnagetnya lokasinya, dari tadi belum sampai juga. Sudah 8 kilo kita masih belum tahu kemana tujuannya. Cuaca panasnya ekstrim banget lagi.” Ucapku membuka percakapan di motor bersama Eri sebagai driver.

“Ia ni… cuaca panas lagi. Saya g pakai jaket lagi.” Gumamnya.

Ketiba berhenti di lampu merah, Eri langsung memakai manset berwarna hitam untuk menghindari panasnya terik matahari yang akan langsung menyentuh kulit. Dalam hatiku kenapa tidak memakai manset ala tato, tapi urung ku ucapkan. Belum terpasang manset di kedua tangan Eri, lampu hijau sudah menyala. Akhirnya tangan kiri tanpa manset.

Kendaraan yang melaju kencang mengisyaratkan kami bahwa waktu pun berkejar yang harus tiba di lokasi. Mengikuti GMap melalui wa menjadi satu-satunya senjata kami untuk bisa sampai di lokasi. Pas pemberhentian GMap yang mengisyaratkan sudah tiba di lokasi. Semua kendaraan kami berhenti dan semua mata pun menatap dengan tajam dimana bioskop yang dimaksud. Kami hanya melihat area perkampungan saja tanpa ada tanda-tanda bahwa di sini ada bioskop. Sudah beberapa menit berlalu mata kami beradu pandang melihat ke kiri dengan gambar yang pernah di posting di grup yaitu warung minuman. Saya pun mencoba memastikan bahwa inilah lokasi yang dimaksud. 

Eri yang awalnya sibuk mau menggunakan manset satunya pun urung, karena sudah saya sampaikan bahwa ini lokasi yang dimaksud.

“Ri, ngapain mansetnya di pakai, kita sudah sampai.” ucapku

awalnya dalam imajinasi liarku, lokasi ini sama dengan studio yang biasa ku tonton. Hatiku masih berdebar kencang dengan bola mataku mengisyaratkan ekspektasi yang tinggi. Dalam pikiranku akan ada antrian panjang, kemudian tiket akan diberikan satu persatu kepada personal. Sensai akan kurasakan saat menonton nanti. Rupanya semua itu hanya mainan imajinasi liarku saja. 

Saya dan teman-teman dihadapkan pada pilihan yang sulit. Ingin mundur rasa tak enak hati, ingin maju juga pun rasa nggak enak. Semua proses pengambilan tiket pun saya wakili sendiri dengan menyebutkan satu persatu personil boys band yang menemaniku, Eri, Miki, Wardi, Budi, keki, Deni, dan saya sendiri. Awalnya saya bingung untuk ruangan terbagi A, B, C, D, dan E. Saya disuruh milih ruangan yang mana. Satu ruangan hanya bisa tiga orang. Aku semakin bingung lagi, kok hanya tiga orang saja, pikirku. Tetapi semua ku tepis, mana tahu ini ruangan eksklusif yang hanya dibatasi beberapa orang saja.  

Namun, begitu membuka pintu, saya hanya melihat ruangan yang gelap dan kosong tanpa kursi. Hanya cahaya dari sebuah benda tegak yang menyorot langsung menyentuh tembok. Sound System yang besar terletak di pojok kanan dengan dua kamar yang terbuka. Setelah saya masuk, hamparan karpet yang terbentang bertuliskan A, B, C, D, dan E. Awalnya saya tidak tahu maksud kertas yang tertempel pada hamparan karpet tersebut, namun begitu melihat tiket baru saya paham bahwa ini untuk susunan tempat duduk sesuai dengan tiket yang dipegang. 

Ruangan bioskop yang biasanya gemerlap dengan susunan kursi yang tertata rapi berwarna merah, dengan layar persegi panjang yang terbentang di depan serta lampu sorot yang mewah menyadarkanku bahwa imajinasiku semua salah. Di sini, di tempat ini aku hanya melihat ruangan yang yang gelap gulita tanpa ada lampu warna warni bahkan kursi mewah yang biasa menjuntaikan kaki pun sama sekali tidak ada. Aku dan kawan-kawan hanya duduk bersila di atas hamparan karpet dengan tripod yang berdiri tegak yang terpasang flashdisk yang tersimpang film-film yang kemudian dipancarkan ke tembok menggunakan sejenis infokus dan berbentuk bulat warna putih. Semua mimpiku awalnya ada layar perak yang menyala, derai tawa penonton yang gurih atau teriakan penonton karena ketakutan semua sirna, yang ada hanya kegelapan yang menembus lorong dengan sedikit cahaya yang terpancar seperti memasuki area gua yang gelap.

Saya dan teman-teman masih tertawa dengan kejadian yang dialami ini. Sehingga fokus kami tidak pada layar yang terpajang di depan. Kami duduk berserakan tanpa mengikuti petunjuk yang ada di tiket yang dipegang. Bahkan Deni menonton seperti layaknya di rumah sendiri sambil tiduran. 

Hanya selang beberapa menit, kami tidak bisa menahan diri untuk segera keluar. 

Gus, yuk shalat dulu, waktu ashar sudah tiba.” Miki mengingatkanku.

Saya pun bergegas langsung berdiri sebagai simbol bahwa teman-teman akan mengikuti. Alasan ini pun dijadikan dasar untuk beranjak pergi.

“Mas, masjid di sini di mana ya?” Tanyaku

“Di depan mas, samping TK.” Sembari menunjukkan masjid dengan jarinya.

Saya dan teman-teman pun bergegas keluar dan berjalan menuju masjid. Membiarkan kendaraan tetap terparkir di lokasi sebagai cara agar tidak tersinggung. Di masjid, semua kekecewaan itu langsung tereksplor tanpa ada filter sedikitpun dari lisannya Miki dan Wardi yang tampak dari raut wajahnya kecewa yang mendalam. Belum lagi hari ini Miki tampilannya sangat elegan menggunakan outfit kemeja dan jin berwarna biru begitu serasi dan sangat percaya diri. Tetapi semua hancur ketika apa yang diharapkan tidak sesuai dengan impian.

Shalat pun kami laksanakan, tetapi pasca shalat pun tetap bersambung kisah kekecewaan tersebut. Sebelum pulang kami memesan minuman di tempat penyelenggara tontonan sebagai penghargaan kami akan nobar grat tersebut.  

Kami semua berjalan pulang dengan perasaan campur aduk dengan mengendarai kendaraan roda dua. Kekecewaan karena gagal menonton film di bioskop yang diharapkan yang ternyata hanya perkampungan dengan layar film dari pantulan cahaya berupa infocus. Ini semua mengingatkanku nonton layar tancap di tahun 1990an di desa kelahiranku.

****


Komentar

Postingan Populer

𝗪𝗢𝗥𝗞𝗦𝗛𝗢𝗣 𝗔𝗞𝗨𝗡 𝗕𝗘𝗟𝗔𝗝𝗔𝗥.𝗜𝗗 𝗕𝗘𝗥𝗦𝗔𝗠𝗔 𝗣𝗚𝗥𝗜 𝗞𝗘𝗖𝗔𝗠𝗔𝗧𝗔𝗡 𝗧𝗘𝗠𝗣𝗨𝗟𝗜𝗡𝗚

SMPN 1 PANGURURAN KAB. SAMOSIR DALAM SOSIALISASI AKUN BELAJAR ID DAN PEMANFAATANNYA

KORWIL GAS MEMBUKA KEGIATAN WORKSHOP SMPN 4 GAS

ANIES DAN HADIRNYA PPMN MENEMBUS BATAS IBUKOTA

KEMBALI HERMANSYAH MERAIH PENGHARGAAN NASIONAL "INDONESIA GREATEST LEADHER AWARD 2021 DI JAKARTA"